Jumat, 16 Juli 2010

Sistem Pendidikan Bagi Anak Tunadaksa di SLB-D YPAC

Oleh: Sri Widati
A. PENDAHULUAN
Anak Tunadaksa (cacat tubuh) termasuk salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan atau kecacatan pada fisiknya, yaitu pada sistem otot, tulang dan persendian akibat dari adanya penyakit, kecelakaan, bawaan sejak lahir, dan atau kerusakan di otak.
Kelainan atau kecacatan yang disandang oleh seseorang memiliki dampak langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder), baik terhadap diri anak yang memiliki kecacatan itu sendiri maupun terhadap keluarga dan masyarakat.
Dampak langsung atau primer dari kecacatan tunadaksa adalah adanya gangguan mobilitas atau ambulasi, gangguan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (Aktivity of Daily Living/ADL), gangguan dalam komunikasi, gangguan fungsi mental, dan gangguan sensoris. Sedangkan dampak tidak langsung atau dampak sekunder adalah reaksi penyandang kelainan tersebut (Franklin C.Schortz,1980). Artinya bagaimana anak menghadapi masalah yang ditimbulkan oleh kecacatan yang disandang dalam kehidupannya. Semua dampak kecacatan tersebut akhirnya akan menimbulkan permasalahan. Karena itu, masalah tersebut perlu segera memperoleh penanganan sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak.
Pada dasarnya kebutuhan anak Tunadaksa dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: kebutuhan untuk memperoleh pelayanan medik guna mengurangi permasalahan yang dialami anak di bidang medis, kebutuhan untuk memperoleh pelayanan rehabilitasi dan habilitasi guna mengurangi gangguan fungsi sebagai dampak dari adanya kecacatan tunadaksa, dan kebutuhan untuk memperoleh pendidikan khusus. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas, maka YPAC menyelenggarakan 4 macam layanan rehabilitasi, yaitu rehabilitasi medis, pendidikan, sosial dan keterampilan. Rehabilitasi pendidikan diwujudkan berupa Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagian D (Tunadaksa).
SLB-D YPAC merupakan lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak Tunadaksa. Tujuan umum pendidikan di SLB-D YPAC adalah untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal dan tujuan khususnya agar siswa dapat mandiri minimal dapat mengurus dirinya sendiri, menjadi lebih baik atau meningkat kualitas hidupnya. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut di sekolah telah melaksanakan berbagai kegiatan seperti pembelajaran, latihan-latihan, dan bimbingan baik pada siswa maupun pada orang tuanya.
Materi pelatihan ini disusun dalam rangka menemukan pola pelayanan YPAC dalam bidang pendidikan dan pravokasional yang mengacu pada sistem pendidikan yang ideal bagi anak tunadaksa.

B. PENDIDIKAN YANG IDEAL BAGI ANAK TUNADAKSA
Tujuan pendidikan anak Tunadaksa bersifat ganda (dual purpose), yaitu yang berhubungan dengan aspek rehabilitasi pemulihan dan pengembangan fungsi fisik, dan yang berkaitan dengan pendidikan yang mengacu pada tujuan pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Frances P. Connor (1995) mengemukakan sekurang-kurangnya ada 7 aspek yang perlu dikembangkan pada diri masing-masing anak Tunadaksa melalui pendidikan, yaitu: (1) pengembangan intelektual dan akademik, (2) membantu perkembangan fisik, (3) meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak, (4) mematangkan aspek sosial, (5) mematangkan moral dan spiritual, (6) meningkatkan ekspresi diri, dan (7) mempersiapkan masa depan anak.
Adapun prinsip dasar program pendidikannya meliputi:
1. Keseluruhan anak (All the children)
2. Kenyataan (Reality)
3. Program yang dinamis (A dynamic program)
4. Kesempatan yang sama (Equality of opportunity)
5. Kerjasama (Cooperative)
Sedangkan prinsip khusus pendidikannya terdiri dari prinsip multisensori dan prinsip individualisasi. Multisensori berarti banyak indera, maksudnya dalam proses pendidikan pada anak tunadaksa sedapat mungkin memanfaatkan dan mengembangkan indera-indera yang ada dalam diri anak agar kesan pendidikan yang diterimanya lebih baik. Prinsip individualisasi berarti kemampuan masing-masing diri individu lebih dijadikan titik tolak dalam memberikan pendidikan pada mereka. Model layanannya dapat berbentuk individual dan klasikal pada individu yang cenderung memiliki kemampuan yang hampir sama, bahan pelajaran yang diberikan pada siswa sesuai dengan kemampuan masing-masing anak. Layanan pendidikan untuk anak Tunadaksa dapat dilakukan dengan pendekatan guru kelas, guru mata pelajaran/bidang studi, campuran dan pengajaran tim.
Pembelajaran di sekolah idealnya sebagai berikut:
a. Perencanaan kegiatan belajar mengajar: Program pendidikan yang diindividualisasikan
b. Prinsip Pembelajaran: Prinsip multisensori dan prinsip individualisasi
c. Penataan Lingkungan Belajar
Bangunan gedung memprioritaskan tiga kemudahan: mudah keluar masuk, mudah bergerak dalam ruangan, dan mudah mengadakan penyesuaian.
d. Personil: guru PLB, guru regular, dokter ahli anak, dokter ahli rehab medis, dokter ahli ortopedi, dokter ahli syaraf, psikolog, guru BP, social worker, fisioterapist, occupational therapist, speechterapist, orthotic dan prosthetic.
e. Bimbingan Belajar
Anak Tunadaksa memerlukan bimbingan belajar membaca, menulis, dan berhitung. Ketiga kemampuan dasar ini perlu memperoleh layanan sedini mungkin sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak, manakala telah memasuki program sekolah dasar.
f. Pembinaan Karier dan Pekerjaan
Untuk mempersiapkan masa depan anak, di sekolah perlu adanya pembinaan karier. Pengertian karier tidak dipandang hanya sebagai pekerjaan yang diberikan pada tamatan sekolah menengah atas, tetapi dibutuhkan oleh semua siswa sejak Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi. Pada jenjang TKLB dan SDLB materi pembahasannya adalah untuk memberikan pengertian dasar mengenai kemungkinan pekerjaan dalam hidup kelak dan memberikan kesadaran bahwa sekolah memberi kesempatan untuk bereksplorasi dalam mempersiapkan kehidupan kelak; sedangkan pada tingkatan yang lebih tinggi selain melanjutkan materi tersebut telah diarahkan pada prevokasional maupun vokasional.
Pembinaan karier dan pekerjaan dimulai dari kegiatan asesmen karir dan pekerjaan agar dapat menyusun program pembinaan karir dan vokasional yang sesuai dengan kondisi kemampuan dan kecacatan anak tunadaksa.
Berkaitan dengan penyusunan program, Philip (1986) mengemukakan bahwa program yang disusun harus berbentuk IEP (Individualized Educational Program) yang mempunyai ciri-ciri sasaran untuk remidi bila siswa mengalami kesulitan dalam membaca formulir pekerjaan, berkomunikasi dengan menggunakan telepon, penggunaan uang dalam pekerjaan, dll. Salah satu contoh pogram IEP adalah pengembangan motorik halus untuk pekerjaan menjahit, pertanaman, mengatur makanan, dll.
Alur pembinaan karier dan pekerjaan dapat disajikan seperti berikut:
Asesmen → pemograman → proses → evaluasi → daya guna/tepat guna

C. SISTEM PENDIDIKAN ATD DI RUANG SUMBER BELAJAR (RSB)
Sistem pendidikan ini telah diujicobakan di SLB-D YPAC Bandung selama lima tahun dengan cara melakukan proses belajar mengajar di Ruang Sumber Belajar (RSB). Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa: RSB lebih dapat meningkatkan potensi anak secara optimal, karena di RSB terdapat banyak sumber dan alat-alat yang dapat membantu pemahaman anak dalam belajar. Disamping itu juga anak sambil latihan bergerak dengan berpindah antar RSB, anak tidak mudah bosan dan pengajaran yang diberikan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak.
1. Tujuan Belajar di RSB
Secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi anak seoptimal mungkin, dan secara khusus agar anak Tunadaksa dapat mandiri baik dalam mengurus dirinya sendiri maupun dapat menghidupi dirinya. Minimal menjadi lebih baik atau selangkah lebih maju dari apa yang telah dimiliki anak.

2. Proses Belajar di RSB
Langkah-langkah belajar di RSB melalui prosedur sebagai berikut:
ATD→PENGELOMPOKAN→ASSESMEN→PENYUSUNAN PROGRAM (IEP)→PELAKSANAAN PBM DI RSB→EVALUASI→FOLLOW UP.
Berdasarkan proses tersebut, maka RSB ditata sesuai dengan kurikulum yang digunakan, yaitu meliputi:
a. Ruang assesmen
b. Ruang program umum yang terdiri dari semua bidang studi yang diajarkan, yaitu: RSB Agama, RSB Bahasa, RSB Matematika, RSB IPA, RSB IPS, RSB PPKN, RSB Kesenian, RSB Keterampilan, dan RSB Penjaskes.
c. Ruang program khusus yang terdiri dari: RSB Bina Diri, RSB Bina Gerak, dan RSB Bina Bicara.
d. Ruang program muatan lokal yang terdiri dari: RSB Kesenian Daerah
e. Ruang program pilihan yang terdiri dari: RSB Pertukangan, menjahit, memasak, komputer, fotograpi, dll.
3. Cara Belajar di RSB
Sebelum belajar di RSB, ATD perlu diklasifikasikan sesuai dengan kriteria menjadi kelompok akademik, kelompok keterampilan, kelompok pengembangan, dan kelompok Autis. Kegiatan selanjutnya adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan assesmen per anak sebagai dasar penyusunan program. Adapun jenis asesmen yang dilakukan meliputi:
1) Pengumpulan data kemampuan dan ketidakmampuan fisik tentang: kekuatan otot-otot, luas daerah gerak sendi (Range of Motion/ROM), kemampuan motorik halus dan motorik kasar, dan kemampuan gerak dasar tubuh yang dilakukan oleh Fisioterapist dan dokter ahli rehabilitasi.
2) Pengumpulan data kemampuan psikis tentang: tingkat kecerdasan, bakat, minat, dan emosi, dilakukan oleh Psikolog.
3) Pengumpulan data kemampuan akademik dan keterampilan dasar tentang: calistung, bidang studi, dan aktivitas kehidupan sehari-hari (Aktivity of Daily Living/ADL) dilakukan oleh guru-guru.
4) Pengumpulan data kemampuan sosialnya, dilakukan oleh guru dan sosial worker.
5) Pengumpulan data kemampuan keterampilan/vocasional dilakukan oleh guru keterampilan.
b. Penyusunan Program
1) Program kelompok disusun sebagai berikut:
a) Kelompok akademik programnya sesuai kurikulum yang disesuaikan dengan kemampuan nyata anak.
b) Kelompok keterampilan programnya: Calistung dan keterampilan dasar sesuai dengan kemampuannya.
c) Kelompok pengembangan programnya: sosialisasi, bermain, dan day care
d) Kelompok autis, programnya individual
2) Program individual disusun berdasarkan kemampuan masing-masing anak
c. Pelaksanaan Program Belajar di RSB
Proses belajar mengajar di RSB dilaksanakan per kelompok yang kemampuannya sama atau hampir sama. Proses belajarnya bertitik tolak pada kemampuan masing-masing anak dengan berprinsip pada individualisasi pengajaran.
d. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan baik pada saat proses belajar berlangsung maupun setelah selesai (Evaluasi proses dan hasil).
e. Bimbingan Belajar
Bagi ATD yang mengalami kesulitan dalam belajar perlu diberikan bimbingan baik secara individual maupun secara kelompok dengan remedial teaching.
f. Pembinaan Karier dan Pekerjaan
Kegiatannya dimulai sejak melakukan asesmen kemampuan keterampilan dasar oleh guru keterampilan dan psikolog untuk mengetahui kemampuan dan minatnya. Selanjutnya disusun programnya sesuai dengan kondisi kemampuan dan kecacatan anak. Pelaksanaannya diintegrasikan dalam proses belajar mengajar. Bagi siswa pasca sekolah perlu pembinaan dan latihan-latihan khusus untuk mempersiapkan pekerjaannya.


DAFTAR BACAAN

Astati, 1996. Pendidikan Dan Pembinaan Karier Penyandang Tunagrahita Dewasa. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPTA.

Abdurrahman, Mulyono, 1995. Program Pendidikan Individual. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Depdiknas, 2006. Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan Dan Panduan Penyusunan KTSP, Tunadaksa Ringan (D). Jakarta: Dirjen Manajemen Pendasmen Direktorat Pembinaan SLB.

Doman, Glenn, 2003. What To Do About Your Brain-Injured Child. USA: Originally Published by Doubleday & Company, Inc.

Hallahan and Kaufman, 1988. Exceptional Children Introduction to Special Education. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Kauffman,M, Agardj,A. & Semmel,M. 1985. Mainstreaming learners and their environment. Cambridge: Brookline.

Musjafak Assjari, 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Daksa. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPTG.

Ronald L. Tailor, 1984. Assesment od Exceptional Students. Educational and Psychological Procedures. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Salim, A, 1996. Pendidikan Bagi Anak Cerebral Palsy. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPTA.

Wardani, I.G.A.K, 1995. Pengembangan Perencanaan Pengajaran Dalam Pendidikan Luar Biasa (PLB). Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P3MTK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar